Usaha sapi perah di Indonesia telah dimulai sejak abad
ke-19 dengan mengimpor sapi-sapi perah bangsa Ayrshire, Jersey dan Milking
Shorthorn dari Australia. Pada permulaan abad ke-20 sapi-sapi perah Fries
Holland (FH) diimpor dari Belanda dengan tujuan untuk memasok kebutuhan susu
segar. Susu segar merupakan komoditas pangan yang strategis untuk dikembangkan,
karena bergizi tinggi dan menyehatkan. Permintaan susu meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk, berkembangnya penguasaan ilmu pengetahuan
(khususnya ilmu gizi) dan semakin meningkatnya taraf hidup penduduk.
Produksi atau pasokan susu dalam negeri belum mampu
mencukupi kebutuhan, sehingga Indonesia masih impor. Data populasi sapi perah,
produksi dan konsumsi susu nasional ditampilkan pada Tabel
Populasi Sapi Perah, Produksi dan Konsumsi Susu
Nasional
Uraian
|
Tahun
|
||||
1996
|
1997
|
1998
|
1999
|
2000*
|
|
Populasi (ekor)
|
347.989
|
334.371
|
321.992
|
332.031
|
345.253
|
Penyediaan susu (000 ton)
|
441,2
|
423,7
|
375,9
|
436,0
|
495,6
|
Konsumsi susu (000 ton)
|
1.125,4
|
1.050,0
|
838,4
|
1.047,4
|
1.322,1
|
Sumber:
Dirjen Peternakan, 2001
Keterangan: * Angka sementara s/d Mei 2000
Keterangan: * Angka sementara s/d Mei 2000
Populasi sapi perah menurun pada tahun 1997-1998
diikuti dengan menurunnya produksi dan konsumsi susu akibat krisis moneter yang
terjadi pada pertengahan tahun 1997. Peternakan sapi perah mulai bangkit
kembali pada tahun 1999.
Produksi susu dalam negeri masih jauh di bawah
konsumsi, yang artinya pemasaran masih terbuka lebar dan usaha peternakan sapi
perah memiliki prospek cerah. Bagi perekonomian nasional, peningkatan produksi
dalam negeri akan menyerap tenaga kerja lebih banyak, meningkatkan aktivitas
usaha, menghemat devisa dan mengurangi ketergantungan terhadap pihak luar dalam
penyediaan komoditas strategis.
Sumber : http://binaukm.com/2010/06/peluang-usaha-budidaya-sapi-perah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar